Resensi Kumpulan Puisi "Hujan Bulan Juni"
Hujan Bulan Juni
Judul : HUJAN BULAN JUNI - Sepilihan Sajak
Penulis : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : GPU
Tebel : 120 halaman
Genre : Non Fiksi
ISBN : 978-979-22-9706-5
Buku ini memiliki sampul tetesan air dan daun kering yang sedang jatuh, sepertinya penulis ingin mengungkapkan beberapa sesuatu yang menarik hati ketika membaca buku ini dan berikut isi sajak yang membuat saya sangat menyukai karya Sapardi :
Saya kira hampir setiap orang menyukai sajak, dan saya adalah salah satunya..
Siapa yang tak mengenal kalimat indah seperti ini...
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang dijadikan abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikan tiada
(hal:105)
Buku ini berisi 102 sajak yang ditulis dari tahun 1959 sampai 1994 oleh Sapardi Djoko Damono pujangga Indonesia. Sajaknya tersusun sangat indah dan teratur, seakan mengungkapkan banyak makna yang ada disetiap sajaknya. Kata-kata yang tertulis didalam sajak-sajaknya begitu sederhana, bahasanya tertulis seacara rapi dan membuat pembacanya tertarik. Beberapa sajaknya membahas tentang alam, mengingatkan makna akan Sastra Hijau yang sedang digalakkan di Indonesia, dan Sapardi Djoko Damono dalam karyanya Hujan Bulan Juni masuk dalam ranah sastra hijau meski seorang filolog dan guru besar bahasa, A.Teeuw mengatakan :
Sapardi Dkojo Damono menciptakan genre baru dalam kesustraan Indonesia yang sampai kini belum ada nama yang sesuai untuknya. Namun secara feel subyektifitas saya sepaham bahwa sajak-sajak Sapardi Djoko Damono masuk dalam sasta hijau, termasuk yang berjudul Hujan, Jalak, Dan Daun Jambu. Simak penggalan sajaknya berikut ini (116):
Hujan, Jalak, Dan Daun Jambu
Hujan turun semalam
Paginya jalak berkicau dan daun jambu bersemi
...
Secara keseluruhan tentu layak sajak beliau masuk dalam ranah sastra hijau. Saya rasa sajaknya lebih kearah romansa, saya sering tersenyum sendiri ketika menikmati sajak sapardi Djoko Damono, seperti pada saja berjudul Pertemuan (hal:32)...
Perempuan mengirim air matanya
ke tanah-tanah cahaya, ke kutub-kutub bulan
ke landasan cakrawala, kepalanya di atas bantal
lembut bagai bianglala...
Meskipun ada beberapa sajak yang sedikit rumit dan sulit dipahami namun sepertinya sajaknya punya makna yang cukup bagus.
Tuan
Tuan Tuhan, bukan?
Tunggu sebentar
saya sedang keluar
(1980)
Seakan penulis ingin menumpahkan segalanya didalam sajak yang tertulis, memberikan banyak makna yang dapat dibaca oleh para pembacanya untuk dapat diingat dan dikenang tulisan si penulisnya.
Komentar
Posting Komentar