Resensi Novel "Bilangan Fu"
Bilangan Fu
Identitas Buku
Judul
: Bilangan Fu
Penulis
: Ayu Utami
Penerbit
: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Jumlah halaman : 537 halaman (13,5×20
cm)
Cetakan pertama : Juni, 2008
Novel
ini bercerita tentang Yuda, seorang pemuda yang sangat menyukai panjat tebing.
Ia adalah orang yang tidak percaya pada
takhayul dan sangat membenci televisi. Cerita-cerita yang beredar di
masyarakat sekitar tempatnya memanjat tebing tak diperhatikan, yang ia ingin
tahu hanya masalah “panjat tebing”. Saat melakukan pemanjatan, Yuda memperoleh
mimpi mengenai suatu bilangan misterius, yang ia sendiri tidak mengerti apa
artinya. Bilangan itu seperti ditiupkan dari tebing oleh ”makhluk” yang ia beri
nama sebul. Sebul sering menyebut suatu bilangan. Bilangan itu adalah bilangan
fu.
Yuda
memiliki sahabat bernama Parang Jati, pemuda misterius berjari dua belas yang
kemudian banyak mengubah cara berfikirnya tentang nilai-nilai budaya yang
selama ini ia abaikan, tentang menghormati alam, dan menghormati apa yang
biasanya ia sebut sebagai takhayul. Pemuda itu tak sengaja ia temui saat
memesan peralatan panjat tebing di rumah temannya. Parang Jati akhirnya menjadi
sahabat Yuda. Dalam kebersamaan mereka, banyak peristiwa yang dialami, mulai
dari orang mati yang hidup lagi tuyul, hingga tentang orang-orang aneh yang
bergabung dalam klan Saduki.
Pada
novel ini diceritakan pula mengenai pemuda bernama kupukupu. Sejak kecil pemuda
itu mengidolakan Parang Jati, namun setelah pulang dari luar negeri ia berubah.
Ia menjadi seorang muslim bergaris keras yang menentang adat-adat seperti
sesajen dan upacara-upacara di desanya. Pendapatnya sering bertentangan dengan
parang jati, hingga akhirnya Parang Jati dituduh melakukan ritual hitam
sehingga terjadi perselisihan diantara mereka. Semakin lama, banyak misteri
Parang Jati yang akhirnya Yuda ketahui. Bersama Marja (kekasih Yuda), gadis
bertubuh kuda taji dan berjiwa matahari, mereka menemukan arti cinta yang aneh.
Mereka terlibat dalam cinta segitiga, namun tidak saling cemburu karena
ketiganya saling mencintai tanpa ada keinginan untuk menguasai.
Komentar :
Novel ini sangat
bagus. Novel ini mengingatkan pembaca bahwa kepercayaan masyarakat tentang apa
yang biasanya disebut sebagai takhayul
(misalnya sesajen, Nyi Rara Kidul, dan lainnya) hanya sebagai bentuk
penghormatan dan rasa terima kasih terhadap alam, bukan selalu untuk dipuja
sebagai berhala. Selain itu adanya upacara sesajen dan mengkeramatkan sesuatu
(misalnya batu besar atau pohon tua) adalah salah satu cara masyarakat
tradisional untuk melindungi alam agar tidak dirusak.
Komentar
Posting Komentar