Resensi Novel "Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah"

Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah






Judul : Kau, Aku dan Sepucuk Angpau Merah

Pengarang       : Tere Liye
Penerbit          : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit   : 2012
Tebal buku      : 507 halaman
Harga buku     : Rp. 72.000,-


Diawali dari kisah seorang bocah bernama Borno, yang sangat cerdas dan memiliki
keingintahuan terhadap sesuatunya sangat tinggi. Borno, sangat ingin tahu tentang seberapa
panjang sungai Kapuas. Cerita ini berlatar di bantaran sungai Kapuas, Pontianak, Kalimantan
Barat.

Pada saat Borno berumur dua belas tahun, dia mendapat kabar bahwa ayahnya
kecelakaan saat sedang bekerja mengemudikan sepit (Perahu motor yang bagian belakangnya
ditempeli mesin sehingga dapat melaju kencang). Kabarnya, ayah Borno kecelakaan karena
tersengat ubur-ubur. Mengetahui hal tersebut, sahabat-sahabat ayah Borno seketika itu langsung
menuju rumah sakit, tempat di mana ayah Borno dirawat. Saat semua tiba di rumah sakit,
ternyata kondisi ayah Borno sudah mengkhawatirkan, karena tersengat ubur-ubur beracun.

Tahu bahwa kondisinya sudah parah dan hidupnya tidak akan lama lagi, ayah Borno
akhirnya mewasitkan pada orang sekitar yang ada di sana agar kelak ketika meninggal, jantung
ayah Borno disumbangkan saja pada orang yang membutuhkan. Borno tidak paham akan semua
itu mengingat usianya yang masih sangat kecil untuk ditinggal seorang ayahnya.
Hingga kemudian ayahnya meninggal dan Borno beranjak dewasa. Di perjalanannya
menuju dewasa, banyak sekali pekerjaan yang sudah Borno lakui demi menghidupi dirinya. Dari
mulai bekerja di pabrik karet, sampai menjadi pemegang karcis kapal ferry yang aa di Pontianak.

Sampai suatu ketika, Borno mengikuti tes untuk menjadi pengemudi Sepit seperti ayahnya. Dan
memang ayahnya lah yang membuat Borno ingin menjadi supir Sepit.
Sampai kemudian, Borno diterima menjadi pengemudi Sepit di sana. Dimulailah
petualangan Borno sebagai pengemudi Sepit di sungai Kapuas itu yang pada masanya masih
sangat banyak sekali pengemudi sepitnya.

Suatu ketika, Borno mendapat penumpang seorang gadis keturunan Cina yang amat
cantik, juga putih. Diam-diam Borno menyukainya. Namun sadar karena berbeda latar belakang
ekonomi, Borno memilih diam saja. Dan beberapa kali setelahnya, Borno bahkan mendapati
penumpang yang sasa, yang membuat Borno memperhatikan jadwal kapan penumpang itu akan
menaiki Sepit miliknya, dan akan sebisa-bisanya agar gadis itu nantinya menaiki Sepit miliknya.

Sampai kemudian datang hari di mana setelah mengantar gadis itu, Borno menemukan
sepucuk surat yang menyerupai angpao yang berwarna merah di sepitnya. Borno sudah amat
senang akan hal itu dan berpikir akan membukanya nanti karena Borno berpikir angpao itu
dibuat khusus untuk dia. Sampai kemudian Borno menemukan gadis itu di suatu tempat sedang
membagikan banyak sekali angpao merah kepada anak-anak kecil. Akhirnya borno pupus karena menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang mendapat angpao itu, dan memutuskan untuk menyimpan angpao itu saja tanpa membukanya.

Akhirnya datang satu hari di mana gadis iu pylang ke asalnya, Surabaya. Borno merasa
sangat sedih karena kehilangan gadis itu. Sampai kemudian datang kabar bahwa gadis tersebut,
di Surabaya mengalami sakit yang sudah berbulan-bulan, dan membuat Borno khawatir.

Akhirnya dengan segala kenekatannya, Borno pergi ke Surabaya bersama pamannya untuk
menjenguk gadis tersebut –yang mana sekalian juga datang karena pamannya ingin berobat.
Setelah bertemu, gadis itu memberitahukan pada Borno bahwa dia amat sangat tertarik
dengan Borno, dan menukis surat cinta yang ada di angpao merah yang sengaja ditinggal di sepit
Borno. Borno tidak mengetahui hal tersebut karena Borno tidak pernah membukanya. Akhirnya,
mereka berdua merasa senang karena sama-sama menyadari bahwa mereka, saling menyukai.

Pesan: Tere Liye memang amat khas dengan alur cerita plot-twist, di mana terkadang
ending dari cerita sama sekali tidak terduga. Namun, terlepas dari hal tersebut, novel ini sangat
bagus untuk dibaca.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Cerpen "Cinta Adalah Kesunyian"

Resensi Kumpulan Puisi "Hujan Bulan Juni"

Resensi Novel "Kubah"