Resensi Novel "Ayah"

AYAH


Judul novel : Ayah
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Bintang Pustaka
Tahun terbit : 2015
Tebal : 20,5 cm
Jumlah halaman: 412 halaman

Alkisah, di sebuah tempat di luar pulau Jawa, di Belitong tepatnya, hiduplah seorang laki-laki bernama Sabari, yang mempunyai tiga orang sahabat bernama Ukum, Tamat, dan Toharun. Mereka hidup bersama di sekolah yang sama sedari kecil. Pada suatu hari, Sabari mencintai gadis seumuran dia –yang ketika itu masih SMP—bernama Lena. Namun kaena sadar diri akan penampilannya yang kumuh, juga bukan berasal dari keluarga berada, membuat segala usaha Sabari tidak pernah cukup di mata Lena.
Bahkan sampai lulus SMA, Lena masih tetap tidak mau akan Sabari. Ibarat kata, segala perjuangannya adalah sia-sia belaka, karena hanya menghabiskan waktu tanpa membuahkan hasil. Selepas SMA, Sabari mendapat pekerjaan menjadi buruh batako di tempat Markoni, yang mana adalah Ayah Marlena. Hubungan Marlena dengan bapaknya tidak begitu harmonis pada saat itu, sehingga sering kali membuat Marlena tidak betah lama-lama ada di rumah.
Setelah beberapa lama bekerja di pabrik Batako milik Markoni, Sabari mendapat kabar bahwa Marlena hamil di luar nikah, dan membuat ayah Marlena geram. Untuk menutupi rasa malu karena anaknya berbuat demikian, Markoni akhirnya menikahkan Sabari dengan Marlena, dengan terpaksa.
Tidak lama kemudian, lahirlah anak dari Rahim Marlena yang dinamakan Zorro. Diberi nama demikian, karena setelah lahir dan sampai beberapa lama setelahnya, dia –anak Marlena—tidak mau lepas dari boneka Zorro yang selalu digenggamnya.
Setelah lahirnya Zorro, Sabari sangat menyayangi Zorro serupa menyayangi anak dari sperma miliknya sendiri. Diajaknya Zorro tiap sore bersepeda, diajarinya Zorro membuat puisi, diajarinya Zorro untuk dapat mengaji. Hal-hal itu semua Sabari lakukan dengan ikhlas, meskipun setelah Zorro lahir, Marlena sama sekali tidak mau tinggal dengan Sabari dan Zorro, anaknya.
Bahkan, sebelum Zorro beranjak dewasa, di tiap malam yang Sabari punya, dia seringkali tidak dapat tidur hanya untuk membayangkan betapa dia punya rencana yang sangat banyak untuk dilakukan bersama Zorro ketika Zorro sudah besar nanti.
Beberapa tahun setelahnya, setelah Zorro beranjak dewasa, setelah Sabari mengajari banyak hal-hal baik pada Zorro, Marlena justru membuat hati Sabari hancur berkeping-keping. Marlena pada saat itu mendatangi Sabari, dan tanpa aba-aba meminta Sabari untuk menceraikannya. Tanpa bisa dipaksa, karena ini adalah keinginan Marlena, akhirnya Sabari menceraikannya. Dan yang membuat hati Sabari patah, Marlena memutuskan untuk pergi dengan membawa Zorro, buah hatinya yang selama ini dirawat dengan baik oleh Sabari.
Perlahan namun pasti, keadaan membuat Sabari seperti orang gila. Semua yang terjadi di hidupnya, membuat otaknya tidak dapat berpikir secara rasional lagi, dan itu membuatnya tersiksa. Pernah pada suatu ketika, karena stressnya, Sabari ditemukan di pasar seperti seorang gelandangan, dengan pakaian dan kondisi yang awut-awutan. Karena tidak tahan dengan kelakuan sahabatnya, akhirnya Ukum dan Tamat memutuskan untuk mencari Marlena dan Zorro dengan menjelajahi seantero Sumatera. Sampai pada akhirnya, mereka berdua menemukan Marlena dan Zorro dan membawanya pulang.
Di akhir cerita, Sabari meninggal, dan tak lama kemudian, Marlena juga meninggal. Dalam pesannya sebelum meninggal, Marlena ingin kuburannya ada di sebelah kuburan Sabari, lelaki yang selama hidunya, hanya mencintai satu wanita; Marlena.

Novel yang patut dibaca, apalagi oleh seseorang dengan latar belakang jurusan Sastra. Bahasa dan diksi yang indah, membuat seluruh kata-kata yang ada di buku ini, seperti mengeluarkan bunyinya sendiri-sendiri. Namun, jalan cerita yang cenderung membosankan di tengah buku, sempat membuat buku ini terasa jenuh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel "Perihal Gendis"

Resensi Cerita Pendek "Penulis Tua"

Resensi Cerpen "Cinta Adalah Kesunyian"